Sabtu, 11 Oktober 2008

Penahanan 2 Terdakwa Korupsi PIR Ditangguhkan Karena Surat Sakit RSUD Serang

Serang- Maenong, ketua majelis hakim mengatakan, Aman Sukarso dan Ahmad Rivai, dua terdakwa korupsi pembangunan jalan lingkar Pasar Induk Rau (PIR) ditangguhkan penahannya, karena ada keterangan bahwa terdakwa sedang sakit dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serang. Selain itu, mereka dijamin juga oleh keluarga terdakwa, KONI Serang, Korpri Serang dan TTKKDH. Ini sudah sesuai dengan Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


Hal itu dikatakan Maenong saat memimpin sidang perkara korupsi PIR di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (3/6) dan didampingi R.Sabarudiin Ilyas serta Toto Ridarto. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah M Hidayat dan Sukoco.

Aman Sukarso mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Serang dan Ahmad Rivai, mantan Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Serang didampingi lima pengacaranya, Efran Juni, Gusti Endra, Anwar Supena, Dzulfikar dan Ahmad Rivai. “Terdakwa tidak ditahan, berdasarkan pasal 31 KUHAP tentang penangguhan penahanan,“ kata Maenong.

Selain sidang dihadiri keluarga dan teman terdakwa, nampak ratusan simpatisan dua terdakwa memenuhi gedung PN Serang. Sebagian besar berpakaian warna putih dan bawahan hitam dengan lambang TTKKDH. Tjimande Tari Kolot Kebon Djeruk Hilir (TTKKDH) adalah perkumpulan masyarakat yang bertujuan melestarikan seni bela diri.

Nampak pula dalam ruang sidang, Maman Rizal, tokoh TTKKDH, Mahmudi Ketua MUI Kota Serang serta Jajuli Mangkusubrata, tokoh masyarakat Banten. “Datang kesini untuk memberikan dukunagn saja,“ kata Maman Rizal.

Majelis hakim mengeluarkan keduanya dari status tahanan, setelah sebelumnya melalui kuasa hukum terdakwa mengajukan surat penanguhan penahanan. Dalam surat penanguhan penahanan tersebut sebagai penjamin adalah anak dan istri kedua terdakwa. “Selain itu dari KONI Kabupaten Serang, dan KORPRI Kabupaten juga ada, serta dari TTKKDH,“ ujar Maenong.

Namun dalam sidang tersebut yang paling jelas alasan hakim menjadikan kedua terdakwa bebas dari tahanan, karena keduanya dinyatakan sakit dan dibuktikan surat keterangan dari RSUD Serang. “Aman Sukarso sendiri harus dirawat di rumah sakit, karena menderita penyakit jantung dan metabolisme lemak,“ ucap Maenong.

Dalam Sidang hakim menjelaskan, jika perkara hukum kedua terdakwa selesai dan terdakwa dinyatakan bersalah dan diharuskan masuk penjara, namun keduanya menghindari penahanan atau kabur, maka anak – istri terdakwa sebagai penjamin, harus bertanggung jawab, dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar yanag kan ditentukan oleh ketua PN Serang. “Kalau kabur, maka anak-istri terdakwa harus bertangung jawab, membayar uang pengganti,“ kata Maenong.

Usai majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa, dipimpin oleh Mahmudi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI ) Kota Serang, terdakwa, pengacara dan para pengunjung sidang memebaca doa bersama. Setelah itu terdakwa menghampiri majelis hakim, pengacara dan JPU, untuk mengucapakan rasa terima kasihnya, karena telah dikeluarkan dari tahanan, meski statusnya masih tetap menjadi terdakwa.

Menyikapi dikabulkannya penangguhan penahanan dua terdakwa korupsi PIR, Gusti Endra, salah satu pengacara terdakwa menjelaskan, dari awal sudah seharusnya kedua kliennya tidak ditahan. “Kan keduanya sakit, jadi tak mungkin melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,“ ucap Gusti.

Sementara itu, dalam tanggapan eksepsi yang dibacakan JPU, dengan tegas menyatakan, apa yang dinyatakan oleh penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya semua itu tidak benar, dan tetap bersikukuh, bahwa dakwaanya tepat dan sesuai prosedur hukum. ”Kami tetap pada dakwaan kami, dan dakwaan kamipun sesuai dengan prosedur hukum,“ ujar JPU.

JPU menilai, penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya yang mengatakan bahwa dakwaan JPU menyesatkan, ragu-ragu dan tidak lengkap dan cermat itu semua sudah keluar dari rambu-ramu hukum. ”Penasehat hukm dlam eksepsinya, telah keluar dari rambu-rambu hukum, karena telah masuk dalam pokok materi perkara,“ ujar M Hidayat, JPU.

Dengan tegas pula, JPU menanggapi eksepsi penasehat hukum yang menyatakan bahwa perkara PIR adalah bukan perkara pidana, melainkan perkara perdata, JPU mengajak penasehat hukum terdakwa, untuk membuktikan pernyataannya didalam persidangan. Mari kita buktikan dalam persidangan, “ kata JPU menanggapi eksepsi yang dilakukan penasehat hukum terdakwa.

Sebelum ketua majelis hakim mengetukan palunya, ia memberitahukan kepada seisi ruang sidang, bahwa sidang kan dilanjutkan pekan depan, dengan agenda putusan Sela.

Kedua pejabat tersebut dijadikan terdakwa bermula dari kasus sekira pertengahan tahun 2004 silam. Saat itu, Provinsi Banten akan kedatangan Presiden Megawati Soekarnoputri (Presiden RI kala itu) untuk meresmikan gedung Pasar Induk Rau (PIR).

Untuk menunjang itu, beberapa ruas jalan pendukung menuju gedung PIR atau lingkar Rau, dibangun oleh PT Sinar Ciomas Raya Contractor (PT SCRC) dengan total biaya Rp 9,5 miliar, tanpa surat perintah kerja (SPK) maupun pelelangan. Pada tahun 2005, PT SCRC mengajukan penagihan atas biaya perbaikan jalan tersebut kepada

Pemkab Serang. Namun, Pemkab Serang menolak membayarkan dengan alasan tidak ada dananya. Di tahun yang sama, Pemkab Serang mendapatkan bantuan keuangan dari Pemprov Banten dan langsung membayarkannya kepada PT SCRC tanpa penganggaran terlebih dulu pada APBD Kabupaten Serang.

Kemudian Ahmad Rivai pada tahun 2004 lalu telah memerintahkan kepada Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) untuk melakukan opname (pengukuran detail tentang bobot pengerjaan proyek), terhadap pembangunan jalan lingkar PIR dan drainase di PIR.

Hasil opname itulah yang kemudian dijadikan dasar oleh Ahmad Rivai untuk mencairkan dana pembayaran proyek dari APBD Kabupaten Serang Tahun Anggaran (TA) 2004-2005 dan APBD Perubahan TA 2005 sebesar Rp 5 miliar.

Sedangkan peranan Aman Sukarso adalah memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang untuk membayar senilai Rp 1 miliar kepada PT Sinar Ciomas Raya Contraktor (SCRC) sebagai pihak pelaksana proyek. Dana Rp 1 miliar itu diambil dari pos pemeliharaan jalan dan jembatan, (*)


Oleh : Lulu Jamaludin