Minggu, 19 Oktober 2008

Harusnya Menjaga Bukan Merusak

Hutan milik komunitas masyarakat Baduy rusak, mereka terancam kelaparan, kondisi itu menyebabkan komunitas masyarakat yang ada di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, itu resah.

Ironisnya, kondisi itu dilakukan masyarakat luar yang mengklaim lebih modern, masuk dan menjarah pohon. Kerusakan itu, terletak di blok perbatasan antara Kecamatan Leuwidamar, Sobang dan Kecamatan Muncang. Ternak milik masyarakat luar pun ikut menyerbu lebatnya rumput, dan suburnya tanaman di tanah ulayat baduy.

Keresehan masyarakat Baduy, sering disuarakan, ketika ‘seba’ atau persembahan hasil pertanian masyarakat Baduy, kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten, termasuk di luar seba.
Sebagai gambaran tanah ulayat warga Baduy, hasil pendataan tahun 2001 seluas 5.130,8 hektar, dibagi tiga peruntukan, lahan perladangan, permukiman, serta hutan lindung. Jumlah penduduk sekitar 10.949 jiwa, tersebar di 59 dusun/kampung.

Masyarakat Baduy berusaha menjaga kelestarian alam, dengan mempertahankan amanat yang berasal dari cerita para leluhur, bahwa disekitar wilayah Baduy terdapat sebuah gunung yang dinamakan Gunung Kendeng, yang dititipkan para leluhur baduy untuk dijaga kelestariannya, karena sebagai Jantungnya Pulau Jawa.

Amanat itu, mereka jaga dengan berpegang teguh pada filosofi, diantaranya "Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung" (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). “Gunung ulah dilebur, lebak ulah dirusak” (Gunung jangan dihancurkan, sawah jangan di rusak).

Kelestarian alam, membuat masyarakat Baduy bisa hidup mandiri, dengan cara bercocok tanam dan berladang, atau istilah mereka ngahuma dan berburu. Tambahan penghasilan yaitu menjual barang kerajinan, seperti tas yang terbuat dari kayu.

Persoalanya, sampai kapan mereka bertahan, sementara masyarakat mengusik? Pemerintah seharusnya menindak tegas, menghukum pelaku penjarahan, termasuk masyarakat yang membiarkan ternaknya menyerbu masuk tanah ulayat suku Baduy. Meningkatkan pembinaan terhadap masyarakat luar, terutama yang ‘bertetangga’, agar bersama-sama menciptakan harmoni kehidupan.

Ternak masuk ke tanah ulayat suku Baduy, bisa jadi karena masyarakat luar kurang menghargai komunitas masyarakat baduy, disamping benar-benar rumput yang tumbuh milik masyarakat luar kurang tumbuh lebat, ini artinya tanah masyarakat luar sudah rusak, padahal hamparan tanah di daerah itu, masih terbentang luas.


sumber: ginanjarhambali.blogspot.com