Sabtu, 18 Oktober 2008

Gubernur Banten Terima Penghargaan Gender

JAKARTA - Gubernur Banten, Atut Chosiyah menerima penghargaan Provinsi yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pengarustamaan Gender. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta disaksikan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Ani Bambang Yudhoyono, serta beberapa menteri Kabinaet Indonesia Bersatu di Istana Presiden Republik Indonesia, Kamis (17/7).

Penghargaan diberikan bersamaa dengan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Kesejahteraan dan perlindungan anak tahun 2008. Bersama-sama dengan Atut, beberapa kepala daerah juga menerima penghargaan dengan berbagai kategori.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta mengatakan, penghargaan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, organisasi, LSM maupun perorangan yang memiliki komitment terhadap pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Pembangunan pemberdayaan perempuan diarahkan untuk kesejajaran kaum perempuan dan laki-laki dalam segala bidang. Untuk itu, kaum erempuan harus diberikan akses terhadap berbagai sektor pembangunan di Indonesia ,” kata Meutia.

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono berpesan, agar penghargaan tersebut menjadi pemicu kepada pemerintah daerah, organisasi-organisasi, LSM dan seluruh komponen masyarakat untuk bekerja lebih baik lagi.

Presiden mengatakan, pemerintah terus berupaya melaksanakan pengarustamaa gender. ”Pada pemilu tahun depan, diupayakan kuota sebanyak 30 persen partisipasi kaum perempuan dalam DPR RI, DPRD seluruh Indonesia dan DPD, dapat terpenuhinya. Kita juga mengharapakan kuota tersebut juga dilaksanakan dikalangan eksekutif,” katanya.

Gubernur Banten, Atut Chosiyah, didampingi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa, Sigit Suwitarto menegaskan pemberian penghargaan Menteri Pemberdayaan perempuan terhadap Gubernur Banten merupakan prestasi Banten atas upaya-upayanya dalam melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pengarustamaan gender.

“Banten merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki Perda tentang Pengarustamaan Gender,” kata Atut bangga.

Upaya pemberdayaan perempuan katanya, telah dilaksanakan sejak kelahiran Provinsi Banten. Namun, efektif pelaksanaannya sejak tahun 2001. Pada saat itu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang berbasis pemberdayaan perempuan sekitar Rp 590 juta.

Atut juga menjelaskan, kebijakan Gubernur Banten dalam melaksanakan pengarustamaa gender dengan menata kelembagaan. Sebelumnya, lembaga pemberdayaan perempuan berada pada tataran eselon III. Saat itu, merupakan salah satu bagian di Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Banten.

“Pada tahun 2008, kelembagaannya ditingkatkan kepada tataran eselon II, yakni Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Desa,” imbuhnya.

Selain itu, masih Atut, angka Indeks Pembangunan Manusia meningkat dari sebelumnya tahun 2002 berada pada posisi 66.6 menjadi 68,8 pada tahun 2005. Secara rata-rata IPM bergerak naik sebesar 0,7 poin setiap tahunnya. Peningkatan IPM tersebut dibarengi dengan peningkatan akses perempuan terhadap sumber daya perempuan.

Pada tahun 2006 angka buta huruf perempuan tinggal 2,74 persen. Kondisi ini turun dua kali lipat dibanding tahun 2002 yang mencapai 4,2 persen lebih. Keberhasilan pembangunan berbasis pemberdayaan perempuan tersebut, sangat terlihat pada rentang perbedaan prosentase buta huruf antara laki-laki dan perempuan yang semakin mengecil.

“Pada tahun 2002 prosentase buta huruf laki-laki sebesar 4,2 persen dan perempuan 1,7 persen. Sedangkan pada tahun 2006 angka buta huruf perempuan menjadi 2,7 persen dan laki-laki sebesar 1,1 persen.

Demikian juga dalam sektor kesehatan. Angka Harapan Hidup masyarakat Banten pada tahun 2005 adalah 64 tahun. Bahkan, pada sektor kesehatan ini, angka harapan hidup perempuan 65,2 tahun lebih tinggi dari angka harapan hidup lakki-laki 61,5 tahun.

Sedangkan untuk sector public, Atut berjanji akan mendorong kaum perempuan untuk menduduki pemimpin di eksekutif maupun dilegislatif. “Sampai saat ini, di legislatif ada perempuan yang menduduki kursi wakil ketua DPRD. Demikian juga di jajaran eksekutif, beberapa jabatan eselon II di Lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dipegang oleh perempuan,” katanya.

Sementara itu, menurut Sigit, dukungan dana cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, Pemprov mengalokasikan dana sebesar Rp 590 juta. Pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 4,38 miliar. Dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan drastis menjadi Rp 35,2 miliar. Sedangkan tahun 2008 dialokasikan sebsar Rp 42,247 miliar.

Dampak dari kebijakan dan keterpaduan anggaran tersebut, menghasilkan bertambahnya sasaran, program, kegiatan dan tolok ukur yang responsif gender disetiap SKPD dan NGO dalam rangka memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, setara dan adil. (nr)


sumber: voice of banten