Rabu, 31 Oktober 2007
TANGERANG, SN-Peluang terjadinya kerusuhan pada PlIkada Kabupaten Tangerang, sangat terbuka. Jika kejadian itu dibiarkan, tidak mustahil tindakan kekerasan lain akan terus mewarnai proses Pilkada nanti.
"Disinilah, pentingnya semua pihak harus waspada dan bisa menahan diri," demikian dikatakan Gatot Yan S, Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Jangkar Pilkada, kepada Satelit News, kemarin.
Menurutnya, kasus pemukulan yang menimpa kader PPP itu, menunjukkan indikasi betapa masih rendahnya kesadaran berdemokrasi masyarakat Tangerang. Tak terkecuali bagi elit partai dan elit politiknya. Terbukti, tanggapan yang muncul dari peristiwa pemukulan ini hanya sekedar penghindaran dari tanggung jawab. Bahkan yang juga kerap terdengar adalah mencari kambing hitam. Padahal, kejadian sebenarnya adalah ketidakmampuan elit politik dalam mengendalikan massanya.
"Ini jelas-jelas kesalahan para elit yang tidak bisa mengarahkan kadernya," katanya. Ditambakan Gatot, sumber dari konflik bukan dari masyarakat yang sering kali dikatakan pendidikan politiknya rendah. Justru dengan pendidikan politik yang rendah, padahal sikap demikian sering datang dari sikap elit politik itu sendiri. Sejatinya, para elit mampu memberikan pemahaman bahwa kandidat lain adalah lawan dalam berdemokrasi, bukan musuh yang harus dihabisi.
Pada Pilkada ini, lanjut Gatot, jarak emosi antara figur calon dan massa pemilihnya sangatlah dekat. Menurutnya, secara psikologis, warga menjadi lebih dekat dengan pemimpin lokal. Hal ini akan memicu lahirnya fanatisme yang sangat kuat terhadap masing-masing calon. Apa yang terjadi dan dilakukan elite lokal secara otomatis akan merembet ke warga. "Jadi, peran elit benar-benar sangat menentukan Pilkada ini bisa berjalan damai atau tidak," katanya.
Gatot menambahkan, kedepan pemetaan daerah-daerah konflik, menjadi sangat penting dilakukan agar peta konflik bisa dilihat dan diantisipasi sedini mungkin. Baginya, peta konflik bisa dilihat dari hal paling mendasar, yaitu ideologi dan primordial. Belum lagi, faktor ideologi biasanya sangat krusial, karena melibatkan keyakinan tertentu. Sementara faktor primordial cukup sensitif sekaligus efektif membelah soliditas masyarakat di suatu daerah. "Makanya dibutuhkan kearifan dan kecerdasan lokal agar pluralitas serta warna ideologi tidak menjadi petaka kemanusiaan," tukasnya.
Harus diakui, pemilih kebanyakan adalah pemilih primordial dan tradisional. Masih sangat sedikit jumlahnya pemilih rasional. Sehingga hal yang sangat dibutuhkan adalah pendidikan politik bagi masyarakat atau civic education, terutama tentang urgensi Pilkada dan masa depan kesejahteraan warga.
Menurutnya, membangun kesadaran dan kultur demokratis, dewasa dan bijak memang bukanlah langkah mudah dan cepat, melainkan butuh proses panjang. Selain itu, lanjut Gatot. perlu juga ditegaskan kepada parpol dan kandidat pimpinan daerah untuk tidak menggunakan simbol-simbol suku, agama dan ras yang dapat menciptakan konflik. (nurul huda/baihaki)