Sabtu, 10 November 2007
TIGARAKSA, (FB). Pemantau mencatat sejumlah kejadian yang diindikasi pelanggaran dalam tahapan-tahapan Pilkada Kabupaten Tangerang. Atas temuan itu, pemantau meminta lembaga terkait penyelenggaraan pilkada, dalam hal ini KPUD dan panwaslu segera menyikapinya. Dugaan pelanggaran itu dilaporkan Jaringan Karang Taruna Pemantau Pilkada (Jangkar Pilkada) Kabupaten Tangerang.
"Hasil pantauan kami selama Oktober meminjukkan adanya sejumlah kejadian yang mengindikasikan pelanggaran pilkada. Semuanya sudah dilaporkan ke KPUD (Konimisi Pemilihan Umum Daerah)," ujar Koordinator Eksekutif Jangkar Pilkada, Gatot Yan S, kemarin. Gatot menyebutkan, secara global terdapat tiga hal yang menjadi temuan pihaknya.
Pertama, sambung dia, praktik yang ditengarai kampanye terselubung, antara lain diwarnai dengan penempatan atribut bakal calon di tempat-tempat yang dilarang sesuai ketentuan. "Atribut bakal calon dipasang secara bebas di sekolah milik pemerintah yang seharus steril dari politik," ungkapnya. Gatot menyontohkan pemasangan baliho bakal calon di halaman SDN 2 Sukamantri Kecamatan Pasar Kemis.
Masih terkait atribut figur bakal calon, seperti spanduk, poster, stiker dan baliho, Jangkar Pilkada menemukan sikap tak taat aturan di mana pihak pemilik mengklaim figurnya sudah menjadi calon dengan penyebutan calon bupati dan calon wakil bupati. Bahkan, menurut Gatot, media massa, terutama koran lokal dan regional turut menyebut istilah yang salah tersebut ketika menayangkan iklan pesan sosial atau keagamaan para figur bakal calon.
Kata dia, klaim penyebutkan calon tersebut tidak dibenarkan sebelum KPUD menetapkannya menjadi calon. "Dengan demikian penyebutan istilah tersebut mendahului keputusan KPU dan hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Semua pihak diharapkan komit terhadap pendidikan politik yang sehat dan fair dengan menaati regulasi atau aturan main yang diberlakukan," paparnya.
Selain itu Jangkar Pilkada menilai kurang optimaInya sosialisasi daftar pemilih sementara (DPS). Gatot menyebutkan, berdasarkan pantauannya banyak desa dan kelurahan di 18 kecamatan yang tidak memampang pengumuman DPS di papan pengumuman desa/kelurahan. Desa atau kelurahan yang ditengarai tak melakukan sosialisasi DPS tersebut terdapat di Kecamatan Jayanti, Cisoka, Balaraja, Kemiri, Rajeg, Mauk, Sepatan, Sepatan Timur.
Kemudian Pasar Kemis, Sukadiri, Pakuhaji, Teluknaga, Kosambi, Pamulang, Ciputat, Cisauk, Pondok Aren, dan Serpong Utara. Laporan relawan kami menyebutkan sekurangnya 3 kantor desa/kelurahan yang tak mengumumkan DPS. Hal yang patut diwaspadai serta diantisipasi adalah munculnya persoalan pascapilkada yang umumnya dipicu banyaknya warga tidak puas karena tidak mengguna hak suara akibat tidak terdata," pungkasnya. (H-08)
TIGARAKSA, (FB). Pemantau mencatat sejumlah kejadian yang diindikasi pelanggaran dalam tahapan-tahapan Pilkada Kabupaten Tangerang. Atas temuan itu, pemantau meminta lembaga terkait penyelenggaraan pilkada, dalam hal ini KPUD dan panwaslu segera menyikapinya. Dugaan pelanggaran itu dilaporkan Jaringan Karang Taruna Pemantau Pilkada (Jangkar Pilkada) Kabupaten Tangerang.
"Hasil pantauan kami selama Oktober meminjukkan adanya sejumlah kejadian yang mengindikasikan pelanggaran pilkada. Semuanya sudah dilaporkan ke KPUD (Konimisi Pemilihan Umum Daerah)," ujar Koordinator Eksekutif Jangkar Pilkada, Gatot Yan S, kemarin. Gatot menyebutkan, secara global terdapat tiga hal yang menjadi temuan pihaknya.
Pertama, sambung dia, praktik yang ditengarai kampanye terselubung, antara lain diwarnai dengan penempatan atribut bakal calon di tempat-tempat yang dilarang sesuai ketentuan. "Atribut bakal calon dipasang secara bebas di sekolah milik pemerintah yang seharus steril dari politik," ungkapnya. Gatot menyontohkan pemasangan baliho bakal calon di halaman SDN 2 Sukamantri Kecamatan Pasar Kemis.
Masih terkait atribut figur bakal calon, seperti spanduk, poster, stiker dan baliho, Jangkar Pilkada menemukan sikap tak taat aturan di mana pihak pemilik mengklaim figurnya sudah menjadi calon dengan penyebutan calon bupati dan calon wakil bupati. Bahkan, menurut Gatot, media massa, terutama koran lokal dan regional turut menyebut istilah yang salah tersebut ketika menayangkan iklan pesan sosial atau keagamaan para figur bakal calon.
Kata dia, klaim penyebutkan calon tersebut tidak dibenarkan sebelum KPUD menetapkannya menjadi calon. "Dengan demikian penyebutan istilah tersebut mendahului keputusan KPU dan hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Semua pihak diharapkan komit terhadap pendidikan politik yang sehat dan fair dengan menaati regulasi atau aturan main yang diberlakukan," paparnya.
Selain itu Jangkar Pilkada menilai kurang optimaInya sosialisasi daftar pemilih sementara (DPS). Gatot menyebutkan, berdasarkan pantauannya banyak desa dan kelurahan di 18 kecamatan yang tidak memampang pengumuman DPS di papan pengumuman desa/kelurahan. Desa atau kelurahan yang ditengarai tak melakukan sosialisasi DPS tersebut terdapat di Kecamatan Jayanti, Cisoka, Balaraja, Kemiri, Rajeg, Mauk, Sepatan, Sepatan Timur.
Kemudian Pasar Kemis, Sukadiri, Pakuhaji, Teluknaga, Kosambi, Pamulang, Ciputat, Cisauk, Pondok Aren, dan Serpong Utara. Laporan relawan kami menyebutkan sekurangnya 3 kantor desa/kelurahan yang tak mengumumkan DPS. Hal yang patut diwaspadai serta diantisipasi adalah munculnya persoalan pascapilkada yang umumnya dipicu banyaknya warga tidak puas karena tidak mengguna hak suara akibat tidak terdata," pungkasnya. (H-08)