Aksi walk out anggota Fraksi PKS Kabupaten Tangerang dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupalen Tangerang pengesahan Raperda Penyelenggaraan Reklamasi dan Kawasan Pengembangan Kota Baru, Kamis (7/6) lalu menjadi sorotan. Aksi ini kontan saja membelah legislatif, kendati mayoritas anggota dewan menyetujui disahkannya Rakerda itu menjadi Perda. Bagi mereka yang setuju, Perda itu akan menjadi payung hukum untuk melakukan pengembangan dan pembangunan kawasan di Tangerang bagian utara. Dengan begitu, alasan yang setuju, akan membuat percepatan pembangunan yang bermuara pada meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebenarnya FPKS bukan tidak setuju Raperda itu menjadi Perda. Fraksi Partai dakwah in hanya menginginkan penundaan dilakukan sampai ada kajian mendalam. "Apalagi wilayah pesisir Kabupaten Tangerang ditetapkan sebagai kawasan green belt (kawasan penyangga hijau) sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konsep konservasi pantai," ujar Muhammad Salbini, anggota FPKS.
Menurutnya, jalan walk out dari sidang Paripurna berarti tidak bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil mayoritas anggota dewan. "Jika disahkannya Perda ini dan menimbulkankan permasalahan dikemudian hari," paparnya.
Berikut ini wawancara reporter Tangerang Tribun Khomsurijal dengan Muhammad Salbini Lc. MA berkaitan dengan masalah tersebut.
TRIBUN: Bagaimana anda melihat Perda Penyelenggaraan Reklamasi dan Kawasan Pengembangan Kota Baru yang disahkan Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang?
SALBINI: Saya justru berfikir, mengapa harus buru-buru disahkan? Ada apa di balik itu? Padahal konsep reklamasi belum jelas. Seharusnya sebelum disahkan perda itu, perlu ada kajian mendalam dengan berbagai pihak terkait, termasuk kementerian Lingkungan Hidup, Bakorsurtanal, akademisi juga masyarakat dan lainnya. Agar dikemudian hari Perda ini tidak berdampak buruk bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Namun menjadi manfaat untuk percepatan pembangunan di Pantura.
TRIBUN: Bukankah Perda ini justru menjadi landasan hukum untuk melakukan pembangunan pantura?
SALBINI: Landasan hukum dari proyek reklamasi Pantura sangat kontroversi. Perda yang disahkan itu masih sangat lemah, belum matang. Ada berbagai hukum yang masih mengganjal keberadaan produk hukum lain seperti UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konsep reklamasi pantai, yang salah satu isinya mengatakan kawasan pantura Kabupaten Tangerang sebagai kawasan green belt (kawasan penyangga hijau). Selain itu bertentangan juga dengan beberapa produk hukum lainnya seperti UU No. 24 tahun 1992 dan atau PP No. 47 tahun 1997 tentang RTRW Nasional, yang menyatakan kawasan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai kawasan tertentu yang kewenangan kebijakan pengelolaan ada pada pemerintah pusat. Maka, jika ingin memberlakukan Perda itu harusnya juga memperhatikan hukum yang ada itu.
TRIBUN: Kapan Pantura dan masyarakat Tangerang maju, jika berkutat perdebatan masalah itu?
SALBINI: Justru kami sangat cinta Pantura, jangan sampai konsep pembangunan yang belum matang itu menimbulkan permasalahan baru. Seperti halnya. munculnya abrasi pantai dan rusaknya nurcy area, terumbu karang dan musnahnya ekosistem. Contohnya tak usah jauh-jauh, di DKI Jakarta akibat reklamasi kebanjiran dimana-mana.
TRIBUN: Maksudnya?
SALBINI: Sebelum ditetapkan perda itu, perlu juga mengkaji AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), sejauhmana pelaksanaan reklamasi di Pantura Kabupaten Tangerang tidak merusak lingkungan dan ekosistem yang ada. Kimpraswil dan Dinas Pariwisata, juga dilibatkan, untuk mengetahui lebih jauh dampak bagi mengembangan pariwisata di sana.
TRIBUN: Menurut informasi tim Pansus VII DPRD yang membidani lahirnya Raperda Penyelenggaraan Reklamasi dan kawasan Kota bant telah melakukan kajian? . .
SALBINI: Hearing itu masih bersifat terbatas. Kami harapkan diperluas tahapan pembuatan Perda itu ditempuh, sehingga tidak parsial yang bersifat terburu-buru. Ini menyangkut hajat orang banyak karenannya konsep yang belum matang ini mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
TRIBUN: Bagaimana sih konsep Reklamasi dalam Perda itu?
SALBINI: Konsep reklamasi belum jelas. Kurang lebih 8.000 Ha akan diurug untuk kepentingan reklamasi, padahal kalau ditinjau lebih dalam, perubahan laut menjadi daratan harus ada ijin Pusat Lingkungan Hidup. Pengurukan dan pembangunan Pantura tersebut akan mengandung bahaya kelestarian lingkungan hidup yang harus diperhitungkan secara mendalam. Siapa nanti yang bertanggung jawab untuk meyelamatkan kawasan lindung dan ekosistemnya.
Rencanannya, kawasan reklamasi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat dan pengembangan kota baru.
TRIBUN: Itu artinya Fraksi PKS kontra pembangunan Pantura ?
SALBINI: Kami sangat mendambakan pembangunan dan pengembangan masyarakal Pantura yang selama ini tertinggal, I Love Pantura. Namun pengerjaannya harus matang. Hal ini harus dilakukan pemerintah dengan melibatkan semua unsur masyarakat, termasuk bagaimana masyarakat Pantura.
TRIBUN: Untuk apa lagi?
SALBINI: Daftar inventarisir permasalahan belum dilakukan untuk dibahas lebih lanjut. Sebaiknya diperoleh melalui hearing dan duduk bersama Bakorsutanal, KLH, penentu kebijakan terkait dan masyarakat.
TRIBUN: Lantas Fraksi anda walk out, apa motifnya?
SALBINI: Kalau sesuatu yang buruk terjadi sebagai akibat disahkannya Raperda itu, maka kita sudah menunjukkan upaya untuk menahannya. WO bukan hanya langkah politis, tetapi menyatakan ketidaksetujuan, sebelum mempertimbangkan berbagai aspek yang melingkupinya.
TRIBUN: Sampai kapan FPKS akan menolak Perda ini?
SALBINI: Terus dilakukan, tapi kami yakin pemberlakuan Perda ini.masih lama. Pasalnya, Perda ini akan mendapat sorotan masyarakat, Departemen Lingkungan Hidup, Pariwisata, Depdagri dan bahkan nantinya MK. Sedangkan, yang kami lakukan akan berkonsultasi lebih lanjut kepada pihak terkait. Kami akan konsisten menolak pengesahan Raperda sampai landasan-landasan yang memayunginya dipenuhi.(*)
sumber: www.pks-kabtangerang.or.id
Reklamasi Dadap
Sebenarnya FPKS bukan tidak setuju Raperda itu menjadi Perda. Fraksi Partai dakwah in hanya menginginkan penundaan dilakukan sampai ada kajian mendalam. "Apalagi wilayah pesisir Kabupaten Tangerang ditetapkan sebagai kawasan green belt (kawasan penyangga hijau) sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konsep konservasi pantai," ujar Muhammad Salbini, anggota FPKS.
Menurutnya, jalan walk out dari sidang Paripurna berarti tidak bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil mayoritas anggota dewan. "Jika disahkannya Perda ini dan menimbulkankan permasalahan dikemudian hari," paparnya.
Berikut ini wawancara reporter Tangerang Tribun Khomsurijal dengan Muhammad Salbini Lc. MA berkaitan dengan masalah tersebut.
TRIBUN: Bagaimana anda melihat Perda Penyelenggaraan Reklamasi dan Kawasan Pengembangan Kota Baru yang disahkan Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang?
SALBINI: Saya justru berfikir, mengapa harus buru-buru disahkan? Ada apa di balik itu? Padahal konsep reklamasi belum jelas. Seharusnya sebelum disahkan perda itu, perlu ada kajian mendalam dengan berbagai pihak terkait, termasuk kementerian Lingkungan Hidup, Bakorsurtanal, akademisi juga masyarakat dan lainnya. Agar dikemudian hari Perda ini tidak berdampak buruk bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Namun menjadi manfaat untuk percepatan pembangunan di Pantura.
TRIBUN: Bukankah Perda ini justru menjadi landasan hukum untuk melakukan pembangunan pantura?
SALBINI: Landasan hukum dari proyek reklamasi Pantura sangat kontroversi. Perda yang disahkan itu masih sangat lemah, belum matang. Ada berbagai hukum yang masih mengganjal keberadaan produk hukum lain seperti UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konsep reklamasi pantai, yang salah satu isinya mengatakan kawasan pantura Kabupaten Tangerang sebagai kawasan green belt (kawasan penyangga hijau). Selain itu bertentangan juga dengan beberapa produk hukum lainnya seperti UU No. 24 tahun 1992 dan atau PP No. 47 tahun 1997 tentang RTRW Nasional, yang menyatakan kawasan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai kawasan tertentu yang kewenangan kebijakan pengelolaan ada pada pemerintah pusat. Maka, jika ingin memberlakukan Perda itu harusnya juga memperhatikan hukum yang ada itu.
TRIBUN: Kapan Pantura dan masyarakat Tangerang maju, jika berkutat perdebatan masalah itu?
SALBINI: Justru kami sangat cinta Pantura, jangan sampai konsep pembangunan yang belum matang itu menimbulkan permasalahan baru. Seperti halnya. munculnya abrasi pantai dan rusaknya nurcy area, terumbu karang dan musnahnya ekosistem. Contohnya tak usah jauh-jauh, di DKI Jakarta akibat reklamasi kebanjiran dimana-mana.
TRIBUN: Maksudnya?
SALBINI: Sebelum ditetapkan perda itu, perlu juga mengkaji AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), sejauhmana pelaksanaan reklamasi di Pantura Kabupaten Tangerang tidak merusak lingkungan dan ekosistem yang ada. Kimpraswil dan Dinas Pariwisata, juga dilibatkan, untuk mengetahui lebih jauh dampak bagi mengembangan pariwisata di sana.
TRIBUN: Menurut informasi tim Pansus VII DPRD yang membidani lahirnya Raperda Penyelenggaraan Reklamasi dan kawasan Kota bant telah melakukan kajian? . .
SALBINI: Hearing itu masih bersifat terbatas. Kami harapkan diperluas tahapan pembuatan Perda itu ditempuh, sehingga tidak parsial yang bersifat terburu-buru. Ini menyangkut hajat orang banyak karenannya konsep yang belum matang ini mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.
TRIBUN: Bagaimana sih konsep Reklamasi dalam Perda itu?
SALBINI: Konsep reklamasi belum jelas. Kurang lebih 8.000 Ha akan diurug untuk kepentingan reklamasi, padahal kalau ditinjau lebih dalam, perubahan laut menjadi daratan harus ada ijin Pusat Lingkungan Hidup. Pengurukan dan pembangunan Pantura tersebut akan mengandung bahaya kelestarian lingkungan hidup yang harus diperhitungkan secara mendalam. Siapa nanti yang bertanggung jawab untuk meyelamatkan kawasan lindung dan ekosistemnya.
Rencanannya, kawasan reklamasi itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat dan pengembangan kota baru.
TRIBUN: Itu artinya Fraksi PKS kontra pembangunan Pantura ?
SALBINI: Kami sangat mendambakan pembangunan dan pengembangan masyarakal Pantura yang selama ini tertinggal, I Love Pantura. Namun pengerjaannya harus matang. Hal ini harus dilakukan pemerintah dengan melibatkan semua unsur masyarakat, termasuk bagaimana masyarakat Pantura.
TRIBUN: Untuk apa lagi?
SALBINI: Daftar inventarisir permasalahan belum dilakukan untuk dibahas lebih lanjut. Sebaiknya diperoleh melalui hearing dan duduk bersama Bakorsutanal, KLH, penentu kebijakan terkait dan masyarakat.
TRIBUN: Lantas Fraksi anda walk out, apa motifnya?
SALBINI: Kalau sesuatu yang buruk terjadi sebagai akibat disahkannya Raperda itu, maka kita sudah menunjukkan upaya untuk menahannya. WO bukan hanya langkah politis, tetapi menyatakan ketidaksetujuan, sebelum mempertimbangkan berbagai aspek yang melingkupinya.
TRIBUN: Sampai kapan FPKS akan menolak Perda ini?
SALBINI: Terus dilakukan, tapi kami yakin pemberlakuan Perda ini.masih lama. Pasalnya, Perda ini akan mendapat sorotan masyarakat, Departemen Lingkungan Hidup, Pariwisata, Depdagri dan bahkan nantinya MK. Sedangkan, yang kami lakukan akan berkonsultasi lebih lanjut kepada pihak terkait. Kami akan konsisten menolak pengesahan Raperda sampai landasan-landasan yang memayunginya dipenuhi.(*)
sumber: www.pks-kabtangerang.or.id
Reklamasi Dadap